Cimahi, Sekilasjabar – Empat orang perwakilan orang tua murid SDN 1 Cipeundeuy Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat (KBB) mendatangi Kantor Sekretariat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Koordinat Masyarakat Pejuang Aspirasi (Kompas) Cimahi, Jalan Cisangkan Gang Hj Engkim 2 No.14 Cimahi (28/11/2019).
Keempat perwakilan orang tua tersebut menyatakan bahwa diduga pihak Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Cipeundeuy Kecamatan Padalarang, Diduga telah melakukan pungutan liar dengan adanya sumbangan-sumbangan yang diduga fiktif.
Aduan tersebut diungkapkan oleh Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Koordinat Masyarakat Pejuang Aspirasi (Kompas) Fajar Budi Wibowo, SIp, MSi saat dikonfirmasi diruangan kerjanya Sekretariat LSM Kompas Cimahi.
“Mereka mengeluh kepada kami, bahwa murid dari kelas 1 sampai kelas 6 di SDN tersebut diduga diwajibkan mengeluarkan uang yang dipungut oleh pihak sekolah,” terang Fajar
Lanjut Fajar, sejumlah orang tua murid merasa sangat terbebani, dengan adanya pungutan-pungutan tersebut, seperti kepentingan seragam, pengadaan fasilitas tambahan disekolah, pengadaan buku LKS, infaq, kegiatan renang, kegiatan les bagi yang belum bisa membaca, uang tema, dan untuk wisata.
“Sering sekali Siswa diwajibkan untuk mengeluarkan uang tersebut, bentuknya langsung berupa pengumuman dan pemberitahuan yang dilakukan oleh pihak sekolah, baik secara tertulis dalam surat maupun pesan whatsapp,”terang Fajar.
Sejumlah orang tua murid sangat keberatan karena hal tersebut dilakukan oleh pihak sekolah tanpa koordinasi terlebih dahulu, tanpa melalui rapat yang melibatkan seluruh orang tua murid dan dianggap tidak melalui mekanisme yang tepat.
Pihak sekolah hanya merapatkan dengan beberapa perwakilan orang tua dimasing-masing kelas saja, padahal penerapan hasil rapat tersebut untuk seluruh peserta didik.
Menurut keterangan yang didapat dari pengadu pihak sekolah sering melakukan intimidasi dan persekusi serta diskriminasi apabila ada yang terlambat membayar karena belum memiliki uang, atau karena orang tua peserta didik enggan mengikuti kemauan sekolah untuk menyetorkan sejumlah uang.
Pengaduan yang dilakukan oleh orang tua peserta didik kepada LSM KOMPAS karena didorong oleh adanya kewajiban yang diterapkan oleh pihak sekolah agar seluruh peserta didik dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 harus mengikuti wisata ke Cikao Purwakarta. Biaya yang dibebankan sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) per peserta didik, dan bilamana orang tua ada yang akan ikut, dibebankan biaya tambahan yang sama. Beban biaya tersebut berlaku bagi yang ikut maupun kepada yang tidak ikut. Hal tersebut jelas sangat membebani.
Minggu yang lalu para orang tua murid melakukan unjuk rasa kesekolah tersebut, tapi oleh pihak sekolah diabaikan begitu saja.
“Yang menjadi permasalahan adalah kok pihak sekolah mengabaikan tidak melihat akan kondisi perbedaan taraf hidup dan kondisi ekonomi para orang tua peserta didik,” jelas Fajar.
Karena menurut pengadu, ada banyak alasan kenapa para orang tua tidak ikut serta dan enggan membayar, salah satunya adalah karena seringnya pengeluaran untuk sekolah tersebut dan karena keadaan ekonomi keluarga.
“Namun pihak sekolah tidak mempertimbangkan dan tidak mempedulikan itu semua,” tegasnya.
Selain itu, berdasarkan pengaduan orang tua murid di SDN 1 Cipeundeuy diduga kerap sering memperjual belikan nilai peserta didik, ini terjadi pada kegiatan olah raga renang. Peserta didik yang tidak ikut renang diwajibkan membayar sejumlah uang sesuai dengan biaya tiket yang ditentukan oleh pihak sekolah sama seperti peserta didik lain yang ikut renang, dengan alasan agar peserta didik yang tidak ikut renang tersebut bisa mendapatkan nilai untuk mata pelajaran olah raga.
Menindaklanjuti pengaduan masyarakat, LSM KOMPAS telah membentuk tim yang diterjunkan kelapangan untuk melakukan investigasi guna mencari fakta dan data pendukung maupun tambahan.
Alhasil, Tim mendapatkan keterangan tambahan dari beberapa orang tua yang anaknya bersekolah di SDN 1 Cipeundeuy tersebut, Tim telah berhasil mengambil testimoni yang isinya senada dengan apa yang dilaporkan oleh para orang tua yang datang ke Sekretariat LSM KOMPAS.
Saat ini tim investigasi mendapatkan salinan percakapan disebuah group Whatsapp yang didalamnya terdapat nama seorang guru yang memberikan pengumuman tentang kegiatan wisata kedaerah Cikao Purwakarta, dengan kata-kata yang kurang lebih sama dan sesuai dengan yang apa didapat dari keterangan pengadu, yaitu, kegiatan wajib diikuti dan pembebanan biaya Rp. 200.000,- untuk yang ikut maupun tidak ikut.
Saat Tim LSM KOMPAS mendatangi sekolah untuk mengirimkan surat tembusan yang bertemu langsung dengan Kepala Sekolah SDN 1 Cipeundeuy Kec. Padalarang Kab. Bandung Barat, Siti Halimah, didapati keterangan kenapa sekolah mengakui bahwa benar beberapa hal yang didugakan dalam laporan tersebut benar terjadi, namun ada beberapa yang menurutnya tidak terjadi, sehingga Kepala sekolah tersebut mengemukakan akan balik melaporkan dan meng-Kick Balik LSM KOMPAS.
Pengakuan tersebut sudah cukup menjadi bukti dan dasar bagi tim LSM KOMPAS, karena kata-kata Kepala Sekolah Siti Halimah sangat gamblang. Lalu sebelum pamit, Tim LSM KOMPAS mempersilahkan Kepala Sekolah tersebut untuk mengklarifikasi apabila ada hal yang kurang tepat.
Ketakutan Orang Tua Murid
Ada hal miris yang terjadi pada para orang tua yang dijumpai, baik mereka yang datang langsung mengadu maupun para narasumber testimoni yang ditemui pada saat tim investigasi kelapangan.
Hal tersebut terlihat dari cara mereka mewanti-wanti kepada tim LSM KOMPAS, agar keterangan-keterangan yang diberikan jangan sampai nama anak mereka atau nama orang tua disebutkan, karena mereka memiliki rasa kekhawatiran berupa ketakutan yang besar adanya tindakan-rindakan intervensi, persekusi maupun diskriminasi yang dilakukan oleh para guru maupun pihak sekolah kepada anak-anaknya yang menjadi peserta didik di SDN 1 Cipeundeuy Kec. Padalarang Kab. Bandung Barat.
Menurut keterangan yang didapat, persekusi tersebut benar-benar terjadi disekolah yang dilakukan oleh pihak sekolah yang mengakibatkan peserta didik yang menjadi korban enggan untuk masuk sekolah karena malu.
“Hal tersebut jelas, bila hal itu benar-benar terjadi, patut dikatakan bahwa pihak sekolah telah melakukan penyiksaan dan pengrusakan pada psikis anak maupun orang tua, hal ini sangat berbahaya bila dibiarkan,” tegasnya.
Sikap LSM KOMPAS
Dalam mensikapi permasalahan ini, LSM KOMPAS mengkaji UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, PP No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, Permendikbud No. 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, dalam penelaahan, disini pihak sekolah selain menimbulkan dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi, pungli dan mal administrasi.
LSM Kompas, dalam menindaklanjuti kasus ini telah melakukan komunikasi dan koordinasi dengan para orang tua peserta didik yang mengadu, berkoordinasi dengan para anggota DPRD Kabupaten Bandung Barat dan meneruskan laporan aduan ini kepada pihak kepolisian untuk diusut secara tuntas.
LSM Kompas telah menduga, kejadian ini terjadi dimungkinkan sebagai dampak dari kelalaian dan kinerja buruk dari Dinas Pendidikan Kab. Bandung Barat, “Kami anggap mereka tidak menjalankan hak dan kewajiban serta tugas pokok maupun fungsinya dengan benar terutama dalam melakukan pembinaan dan pengawasan kepada sekolah-sekolah yang ada,” jelasnya pula.
“Jadi, dapat dikatakan, orang yang paling bertanggungjawab dalam kasus ini, selain Kepala Sekolah dan para guru serta Ketua Komite Sekolah adalah Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat, maka, LSM KOMPAS akan menyeret mereka sebagai terlapor dan turut terlapor. Selain itu, karena ini ada di wilayah Kabupaten Bandung Barat, maka Bupati Bandung Barat Aa Umbara, tidak bisa tinggal diam dan cuci tangan atas kejadian ini, hal tersebut sangat berpotensi mencoreng nama baik Kab. Bandung Barat dan menjadi preseden negatif bagi dunia pendidikan di Kabupaten Bandung Barat,” ungkapnya.
“Kami meminta kepada Bupati Bandung Barat untuk menganggarkan penggantian kerugian atas uang orang tua peserta didik yang sudah dipungut oleh pihak sekolah dan segera memecat Kepala Sekolah serta guru-guru di SDN 1 Cipeundeuy Kec. Padalarang Kabupaten Bandung Barat, dan mengganti Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat apabila setelah dilakukan penyidikan hal tersebut benar-benar terbukti,” sarannya.
Bahkan terkait kasus ini, Fajar menindaklanjuti dan mengawal kasus ini sampai tuntas, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang dirugikan oleh para oknum-oknum kotor di dunia pendidikan. (dedi)