Bandung, Sekilasjabar – Rumah Sakit (RS) Kebon Jati memastikan tidak pernah membedakan layanan bagi pasien umum ataupun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Hal itu disampaikan Direktur RS Kebon Jati, Junandi Surjautama saat mengklarifikasi video viral keluarga pasien yang mengamuk karena merasa tidak dilayani dengan baik oleh pihak RS Kebon Jati beberapa waktu lalu.
Bahkan dirinya menegaskan bahwa 80 persen pasien yang berobat jalan dan dirawat inap di RS Kebon Jati menggunakan layanan BPJS.
“Ruang di RS Kebon Jati ada 132 kamar semua kelas mulai ruang suite room dan kelas III tapi sudah memenuhi standar minimal pelayanan rumah sakit. Okupansi rate 60-70 persen dan itu 80 persennya pakai BPJS. Setiap hari kalau di poliklinik bisa lebih dari 200 bisa sampai 300 untuk berobat jalan yang pakai BPJS,” ungkap Junandi, dalam rilisnya, Rabu (25/7/2018).
Junandi mengatakan, pihaknya dengan keluarga pasien dan juga Reni Muharoni sang pembuat video tersebut telah bertemu. Semua yang tertera dalam tayangan video bersurasi 4 menit 12 detik tersebut merupakan luapan emosi semata.
“Inti permasalahan adalah komunikasi yang kurang baik. Dia sudah buat permohonan maaf dan menyadari kekhilafan dan mungkin kesalahpahaman dan emosi,” katanya.
Junandi memaparkan sejak awal kedatangan pasien atas nama Didin tidak datang dengan sistem rujukan. Sebelumnya Didin diberi rujukan oleh Klinik Avisena, Cimahi.
“Karena dari rujukan di sana minta dirawat di ICCU, harus cepat ditangani, harus cepat dirujuk ke rumah sakit setempat,” ujarnya.
Ia menuturkan pasien sempat dibawa ke RS Dustira Cimahi, sampai akhirnya memutuskan menuju ke RS Santosa. Namun, belum juga sampai malah masuk ke RS Kebon Jati.
Menurut Junandi, keluarga pasien panik dan meminta untuk segera dimasukan ke ruang Intensive Cardiologi Care Unit (ICCU). Padahal, di Rumah Sakit Kebon Jati tidak memiliki fasilitas tersebut. “Karena kita kan rumah sakit tipe C, jadi hanya tersedia ruangan ICU saja,” katanya.
Rujukan yang diberikan, lanjutnya, harus dilakukan secara tepat. “Rujukan dalam keadaan darurat harusnya kan ada telepon dulu ke sini, menanyakan apakah fasilitas ICCU tersedia atau tidak, apakah alatnya ada atau tidak, jadi setelah semua dikonfirmasi siap baru berangkat. Terus apabila kondisi pasien memang darurat harusnya ditangani dulu distabilkan,” ungkapnya.
Lebih lanjut Junandi menjelaskan bahwa ketika dilakukan pemeriksaan di bagian administrasi ternyata BPJS yang dimiliki oleh Didin terdeteksi tidak aktif. Hal itu disebabkan Didin tidak membayar premi BPJS.
Junandi pun menyatakan pihak rumah sakit memberi waktu kepada keluarga Didin untuk mengaktifkan kembali BPJS nya. Akhirnya, Didin pun tetap dirawat di Rumah Sakit Kebon Jati dengan status menggunakan layanan BPJS.
“Ke depan saya harapkan kalau BPJS memang benar iuran jangan lupa bayar premi, kalau tidak bayar otomatis kartu tidak bisa digunakan jadi non aktif, bahkan ditambah denda. Karena sistem BPJS sistem gotong royong karena kalau tidak sakit juga tetap bayar karena membantu orang lain,” pungkasnya. (red)