Beranda Bandung Raya Pengunjung Minta DKM dan Pemprov Jabar Segera Benahi Praktik Pungli di Area...

Pengunjung Minta DKM dan Pemprov Jabar Segera Benahi Praktik Pungli di Area Masjid Al Jabbar

368
0
Pengunjung Minta Praktik Pungli di Area Masjid Al Jabbar Segera Dibenahi DKM dan Pemprov Jabar
Masjid Al Jabbar

Bandung, sekilasjabar.co – Pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) beserta pihak terkait harus segera membenahi praktik-praktik pungutan liar (pungli) yang terjadi di area Masjid Al Jabbar baru-baru ini.

Hal ini terungkap ketika ada seorang warga mengeluhkan kena pungli juru parkir saat berkunjung ke Masjid Al Jabbar, Bandung, Jawa Barat.

Peristiwa berawal pada lebaran kedua, Kamis, 11 April 2024 seorang warga yang kebetulan tinggal di daerah Jl. Cimencrang tidak jauh ke Masjid Al Jabbar kedatangan adik-adik dan sepupunya.

Mereka pun memutuskan untuk jalan-jalan ke mall Summarecon dan pulangnya sekalian mampir ke Masjid Al Jabbar, sekadar untuk berswafoto dan shalat magrib berjamaah.

“Sekira pukul 15.40 wib, setelah cukup puas di mall Summarecon kami teruskan untuk ke Masjid Al Jabbar. Sepanjang jalan begitu keluar dari area Summarecon menuju Masjid Al Jabbar banyak yang menawarkan tempat untuk parkir mobil di kantong-kantong parkir tanah kosong yang sudah tersedia di sepanjang jalan itu. Sekadar iseng seolah saya bukan warga Cimencrang, saya pelankan laju kendaraan saya untuk menanyakan berapa tarif parkirnya kalau saya menyimpan mobil di situ. Sungguh saya tercengang, mereka memasang tarif 30 ribu untuk satu mobil,” terang orang tersebut.

Ia menambahkan, karena memang dirinya dan dua kendaraan lainnya yang ditumpangi adik-adik dan sepupunya tidak akan parkir di situ, perjalanan dilanjutkan ke area mesjid saja, karena dirinya pikir sudah jelas tarif parkir per jamnya.

“Begitu saya masuk gerbang area mesjid, kendaraan saya agak menepi mendekati mesin tiket parkir yang sudah tersedia dan ditungguin dua orang perugas mengenakan rompi. Ketika mengeluarkan tangan hendak menekan tombol tiket parkir, dua orang petugas tadi bilang bahwa mesinnya tidak jalan sambil memberikan print out tiket setelah petugas tersebut menulisi terlebih dahulu jam kedatangan saya, tertera jam masuk 16.10 wib. Padahal tidak seperti biasanya kalau hari-hari biasa mesin tiket parkir selalu jalan. Entah karena hari libur, apalagi libur lebaran, mesin tiket parkir sengaja dimatikan,” katanya.

Setelah semua kendaraan sudah mendapatkan tempat parkir di area masjid. Karena dia masih ada keperluan lain, hanya mengantar dan menunjukan spot-spot untuk berswafoto saja kepada adik-adik dan sepupunya.

“Saya pun kemudian memasuki kendaraan lagi untuk melanjutkan perjalanan. Ketika kendaraan hendak keluar dari tempat parkir, beberapa orang tak berseragam mengatur kendaraan saya yang hendak keluar, kemudian meminta uang parkir. Lho kan saya megang tiket parkir ?, biaya parkirnya nanti akan dibayar diloket gerbang keluar. Akhirnya saya kasih 3 ribu rupiah, ehh gak mau nerima, malah mintanya 5 ribu. Karena gak mau ribut akhirnya saya kasih,” ungkapnya.

Ia menambahkan, sampai di gerbang keluar area masjid, dirinya memberikan tiket parkir tadi yang diterima ketika masuk ke petugas yang mengenakan rompi. Begitu dilihat petugas, langsung menyampaikan tarif parkirnya 10 ribu. Dirinya kaget, koq 10 ribu ?, di tiket kan jelas masuk jam 16.10 wib, keluar lagi jam 16.37 sambil memperlihatkan jam di hpnya. Artinya kan dia parkir cuma 27 menit, tapi kenapa harus bayar 10 ribu ?

“Sedangkan pengalaman saya beberapa kali sebelumnya ketika saya masuk ke area masjid, tarifnya cuma 3 ribu/jam. Saya sempat rame bersitegang dulu dengan petugas, saya sampaikan dimanapun tarif parkir perjam itu cuma 3 ribu, mau di mall, rumah sakit atau area publik lainnya. Saking kesalnya saya sampaikan kenapa mesin tiket parkirnya tidak dijalankan biar jelas tarif parkirnya. Setelah agak lama debat, akhirnya saya putuskan untuk membayar 5 ribu saja, meski akhirnya diterima juga petugas, tapi mereka tetap ngomel,” tambahnya.

Karena penasaran, malamnya dia telepon adik-adiknya, sekadar menanyakan berapa mereka membayar parkir ketika keluar area Masjid Al Jabbar. Ternyata harus bayar 25 ribu. Padahal kendaraan mereka keluar jam 18.30, sedangkan masuknya jam16.10. Jadi tarif parkirnya selama 2 jam 20 menit harus bayar 25 rb. Luar biasa !

“Dari pengalaman di atas, iseng saya hitung-hitungan sendiri pemasukan dari parkir kendaraan saja itu betapa besar setiap harinya, itu baru dari satu mobil. Apalagi jika hari-hari libur panjang seperti lebaran misalnya. Karena dari pagi hingga malam keluar masuk beratus kendaraan baik roda dua maupun mobil, bukan saja dari Bandung saja, bahkan lebih banyak dari luar kota yang mengunjungi Masjid Al Jabbar,” katanya.

Ditambahkannya, apalagi pemasukan akan berlipat dengan adanya oknum pengelola mesin tarif parkir jika hari-hari libur, seolah sengaja mesinnya tidak dijalankan, seakan ingin meraup keuntungan yang lebih besar dari ketidakjelasan tarif parkir yang sudah ditetapkan dan berlaku umum.

Menutunya, itu dari sisi ketidak jelasan tarif parkir, karena kas masjid pun akan kebagian melalui profit sharing dari pihak pengelola jasa perparkiran area Masjid Al Jabbar yang dikelola oleh pihak ketiga, yaitu salah satu ormas. Jangan sampai kas masjid dikotori dari sumber dana yang tidak fair dan jelas cara mendapatkannya, karena tidak akan menjadi berkah.

Sedangkan pendanaan pengelolaan masjid, baik untuk biaya pemeliharaan masjid maupun kebersihannya masih menjadi anggaran Pemprov Jawa Barat.

“Praktik-praktik pungli inilah yang harus segera dibenahi Pemprov dan pihak-pihak terkait lainnya demi kenyamanan pengunjung. karena berpotensi bakal menjadi ketidaknyamanan setiap pengunjung yang datang ke Masjid Al Jabbar. Atau jangan-jangan malah akan menjadi kapok..!,” katanya.

Ia berpendapat, tentu bukan masalah standarisasi tarif parkir saja yang harus segera dibenahi Pemprov dan pengelola masjid. Karena penjual asong kresek di area masjid juga harus menjadi perhatian.

“Masa harga satu kresek besar untuk mengantongi alas kaki dibandrol 5 ribu/kresek. Hal ini cukup membebani pengunjung dan memaksa mereka untuk membelinya. Apalagi yang harus menjadi perhatian lebih, praktik-praktik pungli seperti ini terjadi di area rumah ibadah umat muslim. Kendati pada akhirnya sebuah mesjid seolah menjadi tempat wisata,” tandasnya. (Yanto Pritaviyanto)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here